Seperti
diisyaratkan di dalam Al
Qur’an bahwa dunia ini diciptakan penuh dengan perbedaan dan keberagaman.
Begitu pula di negeri kita tercinta indonesia. Disini banyak suku bangsa,
banyak bahasa, agama dan lain sebagainya. Dan karenanya, suka atau tidak suka,
kita mesti menerima hal itu. Kita mesti bisa hidup secara berdampingan tanpa
ada prasangka dan curiga. Alangkah indahnya jika kita bisa mengembangkan sikap
toleran. Sikap yang saya pahami sebagai sikap saling menghargai nilai-nilai yang dianut masing-masing pengikutnya. Saling
menghormati dan memahami, bukan satu sama lain saling mengikuti.
Contohnya
pada setiap perayaan hari besar agama. Misalnya pada saat Natal. Sepanjang yang
saya ketahui, atas dasar berbagai pertimbangan, Majelis Ulama Indonesia telah
memfatwakan haram bagi umat Islam yang mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani.
Konsukwensinya, sebagai muslim saya akan mengikuti fatwa para ulama yang saya
yakini keilmuan Islamnya.
Hanya
masalahnya adalah saat ini berkembang opini di masyarakat bahwa jika kita tidak
saling mengucapkan selamat pada hari besar keagamaan, maka kita akan distigmakan fanatik dan
intoleran. Saya merasakan hal itu. Dan jujur saya, kadang juga terbersit dihati
rasa engga enak kepada teman-teman
yang tidak seakidah jika tidak mengucapkan selamat hari raya kepada teman saya
itu.
Tapi
lama kelamaan saya bisa memahami keputusan fatwa MUI itu. Setahu saya MUI
adalah sebuah lembaga independen Islam yang beranggotakan para ulama yang
berasal dari beragam organisasi islam di Indonesia. Saya yakin, keputusan yang
mereka hasilkan adalah demi kebaikan pengikutnya.
Dengan
tidak mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain, itu adalah
pengejawantahan dari wujud keimanan seseorang. Karena setiap agama memiliki
klaim kebenarannya masing2 yang rasanya mustahil untuk dipertemukan.
Dan
bagi saya, itulah makna sebenarnya dari toleransi. Lagipula, persahabatan itu
terlalu rendah jika hanya dinilai dari sebuah ucapan saja. Karena apalah
artinya ucapan jika perbuatannya malah saling menyakiti. Toh juga, mereka bisa
bebas merayakan hari besarnya itu dengan suka cita. Kita bisa saling tukeran
kue atau makanan. Kita bisa saling tolong menolong. Kita bisa bergandengan
tangan dan bekerja sama dalam banyak hal. Kita bisa saling bahu membahu dalam
urusan kemanusiaan. Dan selama ini hubungan pertemanan itu baik-baik aja kan ?
Jadi
saya fikir, sepertinya tidak tepat jika saling mengucapkan selamat hari raya
itu menjadi tolak ukur sikap toleransi. Pertanyaannya bukan “ Mengapa kamu tidak mengucapkan
selamat hari raya kepada umat agama lain ?” Tetapi mestinya adalah “Mengapa saya harus mengucapkan
selamat hari raya kepada umat agama lain ?” Karena setiap agama punya
aturannya masing2. Dengan saling mengembangkan sikap saling toleransi, maka
kita bisa dengan nyaman hidup berdampingan.
Emeng-emeng soal toleransi, ingatan saya melayang
ketika saya masih duduk dibangku SMP. Saat itu kita baru saja pulang dari
kegiatan eskul renang di senayan. Seperti biasa, setiap sore saya mengantarkan koran
terbitan sore di komplek Perumahan Dinas Kepolisian Komdak. Ketika itu, Paul
teman SMP ingin ikut saya. Karena nanti memang kita searah pulangnya ke rumah
dengan menggunakan bus kota yang sama.
Setelah koran telah selesai saya antarkan semua, saya
bilang ke paul kalau saya ingin shalat ashar dulu di mesjid yang ada di dalam
komplek tersebut. Khawatir tidak terkejar jika memaksakan shalat ashar di
rumah. Maklum. Sore hari pasti macet karena waktunya pulang kerja.
Paul, yang beragama nasrani dan yang juga sudah
berteman semenjak dari SD itu mempersilahkan saya sholat. Ia hanya bilang, “ lu engga lama kan ya”. Setelah saya
jawab paling sekitar 5 menitan, dia lalu berkata lagi, “ ya udah, gue tunggu
diluar ya.”
Begitulah indahnya bila kita saling menghormati regulasi
yang berlaku pada keyakinan masing-masing. Betul memang kita berteman. Namun lantas
tidak membuat kita saling mengikuti ajaran agama masing-masing. Kita hanya tahu
dan membiarkan beribadah masing-masing. Se-simple itu saja.
Dan
akhir kata, khususnya kepada sahabat-sahabat yang tidak seiman, saya mengucapkan selamat ....... saling
memahami nilai kebenaran masing2. He..he... ( untung tidak salah ketik ).
Bandung,
24 Desember 2013
Lebih Dari Sekedar Ucapan